DAN P-HATTRA ELPIKHI
PIMPINAN BPK. ADO SADROI, AKPT.
Mengenal Undang-undang Keperawatan
Undang-Undang Keperawatan adalah sesuatu. Sesuatu yang menyajikan harapan dan tantangan. Harapan bagi insan perawat karena dengan disyahkannya Undang-Undang tersebut maka profesi perawat telah diakui dan disejajarkan keberadaannya dengan profesi lain khususnya profesi kedokteran yang telah lebih dulu memiliki Undang-Undang. Selama ini profesi perawat seolah-olah keberadaannya dipandang sebelah mata. Antara ada dan tiada, sebenarnya keberadaannya amat dibutuhkan namun penghargaannya jauh dari kebutuhan.
Undang-undang keperawatan adalah tantangan. Tantangan bagi perawat untuk membuktikan bahwa perawat adalah profesi tenaga kesehatan yang mampu menyelenggarakan pelayanan keperawatan secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman, dan terjangkau oleh perawat yang memiliki etik dan moral tinggi, sertifikat, registrasi dan lisensi. Dengan tuntutan semacam itu maka profesi perawat harus dapat menjawabnya dengan memberikan pelayanan secara profesional. Bukan pelayanan yang hanya berdasarkan insting belaka tetapi harus dilandasi oleh keilmuan.
Membaca UU KEPERAWATAN Nomor : 38 th 2014 dalam Lembaran Negara no: 307 Tambahan Lembaran Negara no: 5612.Tanda Tangan Presiden RI SBY tanggal 17 Oktober 2014 yang didownload dari https://www.hukumonline.com/pusatdata/download/lt5450bae463c75/node/lt5450baaec2c93 Undang-Undang tersebut memuat 13 BAB 66 Pasal.
Pada BAB I : Ketentuan Umum pasal 1 memuat tentang pengertian Keperawatan, Perawat, Pelayanan Keperawatan, Praktik Keperawatan, Asuhan Keperawatan, Uji Kompetensi, Sertifikat Kompetensi, Sertifikat Profesi, Registrasi, Surat Tanda Registrasi, Surat Ijin Praktek Perawat, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Perawat Warga Negara Asing, Klien, Organisasi Profesi Perawat, Kolegium Keperawatan, Konsil Keperawatan, Institusi Pendidikan, Wahana Pendidikan Keperawatan, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Menteri. Pasal 2 memuat asas praktik keperawatan yaitu perikemanusiaan, nilai ilmiah, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, pelindungan dan kesehatan dan keselamatan klien. Pasal 3 memuat pengaturan keperawatan yang bertujuan meningkatkan mutu perawat, meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada perawat dan klien dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
BAB II : Jenis Perawat memuat pasal 4 bahwa jenis perawat terdiri atas perawat profesi dan perawat vokasi. Perawat profesi adalah ners, ners spesialis dan untuk ketentuan lebih lanjut mengenai jenis perawat, Undang-Undang ini mengamanatkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB III : Pendidikan Tinggi Keperawatan pada pasal 5 membagi pendidikan tinggi keperawatan terdiri atas pendidikan vokasi, pendidikan akademik, dan pendidikan profesi. Pendidikan vokasi dalam pasal 6 disebutkan merupakan program diploma keperawatan dan paling rendah diploma tiga keperawatan. Pasal 7 mengenai pendidikan akademik yang terdiri dari pendidikan sarjana keperawatan, program magister keperawatan dan program doktor keperawatan. Sedangkan program profesi dimuat pada pasal 8 yang terdiri program profesi keperawatan dan program spesialis keperawatan. Pasal 9 sampai pasal 16 mengatur tentang pendidikan tinggi keperawatan.
BAB IV : Registrasi, Izin Praktik, dan Registrasi Ulang memuat pada bagian pertama pasal 17 umum, bagian kedua registrasi pasal 18 tentang kewajiaban memiliki STR, persyaratan, masa berlaku dan ketentuan tentang hal tersebut diamanatkan untuk diatur dalam peraturan konsil keperawatan. Bagian ketiga izin praktik dimuat pada pasal 19 tentang kewajiban perawat yang menkjalankan praktik keperawatan wajib memiliki izin dalam bentuk SIPP, tata cara mendapatkan dan masa berlaku. pasal 20 memuat tempat berlakunya SIPP hanya 1 tempat dan diberikan paling untuk 2 tempat. Pasal 21 memuat kewajiban memasang papan nama praktik keperawatan dan ketentuan tentang hal tersebut akan diatur dalam peraturan menteri ( pasal 23 ). pasal 24 - 27 memuat tentang ketentuan perawat warga negara asing yang akan menjalankan praktik keperawatan di Indonesia.
BAB V : Praktik keperawatan memuat bagian kesatu umum pada pasal 28 ayat 1 menyebutkan praktik keperawatan dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat lainnya yang terdiri atas praktik keperawatan mandiri dan praktik keperawatan di fasilitas pelayanan kesehatan ( ayat 2 ) yang harus didasarkan pada kode etik, standar pelayanan, standar profesi dan standar prosedur operasional ( ayat 3) serta prinsip kebutuhan pelayanan kesehatan dann atau keperawatan masyarakat dalam suatu wilayah ( ayat 4 ) yang ketentuan lebih lanjutnya akan diatur dengan peraturan menteri (ayat 5). Bagian kedua memuat tugas dan wewenang pada pasal 29 bahwa perawat bertugas sebagai pemberi asuhan keperawatan, penyuluh dan konselor bagi klien, pengelola pelayanan keperawatan, peneliti keperawatan, pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang dan atau pelaksana tugas dalam keterbatasan tertentu.
BAB VI : Hak dan Kewajiban. Bagian Kesatu memuat Hak dan Kewajiban perawat yang dimuat pada pasal 36 tentang hak perawat dan pasal 37 tentang kewajiban perawat. Bagian kedua memuat hak dan kewajiban klien pada pasal 38 tentang hak klien, pasal 39 tentang dasar pengungkapan rahasia klien dan pasal 40 tentang kewajiban klien.
BAB VII : Organisasi Profesi Perawat. Pasal 41 memuat tentang tujuan organisasi profesi perawat sedangkan fungsinya dimuat pada pasal 42. Lokasi organisasi perawat di Ibukota RI dan perwakilannya di daerah disajikan pada pasal 43.
BAB VIII: Kolegium Keperawatan. Kolegium keperawatan merupakan badan otonom di dalam organisasi profesi perawat dan bertanggung jawab kepada organisasi profesi perawat tercantum pada pasal 44, sedangkan fungsi kolegium yaitu mengembangkan cabang disiplin ilmu keperawatan dan standar pendidikan tinggi bagi perawat profesi disajikan pada pasal 45 dan ketentuan lebih lanjut tentang kolegium keperawatan menurut pasal 46 diatur oleh oragnisasi profesi perawat.
BAB IX : Konsil Keperawatan. Pasal 47 merupakan dasar pembentukan konsil keperawatan yang berkedudukan di ibukota RI (pasal 48) dan mempunyai fungsi pengaturan, penetapan, dan pembinaan perawat serta memiliki berbagai macam tugas ( pasal 49 ). Untuk wewenang konsil keperawatan tercantum pada pasal 50 dan pendanaan konsil keperawatan yang dibebankan kepada APBN dan sumber lain yang tidak mengikat tercantum pada pasal 51. Pasal 52 mencantumkan tentang keanggotaan konsil keperawatan yang terdiri atas unsur pemerintah, organisasi profesi keperawatan, kolegium keperawatan, asosiasi institusi pendidikan keperawatan, asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan dan tokoh masyarakat. Jumlah anggotanya 9 (sembilan) orang dan ketentuan lebih lanjut tentang susunan organisasi, pengangkatan, pemberhentian dan keanggotaan diatur Peraturan Presiden.
BAB X : Pengembangan, Pembinaan, dan Pengawasan. Pasal 53 mengatur tentang pengembangan praktik keperawatan yang dilakukan melalui pendidikan formal dan pendidikan non formal atau pendidikan berkelanjutan yang bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan keprofesionalan perawat. Pasal 54 mencantumkan tentang pembinaan pendidikan keperawatan oleh kementerian urusan pemerintahan di bidang pendidikan dan koordinasi dengan menteri kesehatan. Pasal 55 menyebutkan Pemerintah, Pemda, Konsil keperawatan dan organisasi profesi membina dan mengawasi praktik keperawatan sesuai fungsi dan tugas masing-masing. Pasal 56 memuat maksud pembinaan dan pengawasan serta pasal 57 mengatur tentang ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB XI: Sanksi Adminitrasi. Pasal 58 mengatur tentang ketentuan bagi pelanggar pasal 18 ayat(1), pasal 21 ayat(1), dan pasal 27 ayat (1) dikenai sanksi administratif yang dapat berupa teguran lisan, peringatan tertulis, denda adminitrasi dan/atau pencabutan izin dan ketentuan lebih lanjytnya akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XII : Ketentuan Peralihan. Pasal 59 menyebutkan STR dan SIPP yang telah dimiliki oleh perawat sebelum UU Keperawatan diundangkan dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu STR dan SIPP berakhir, dan untuk permohonan memperoleh STR yang masih dalam proses diselesaikan dengan prosedur yang berlaku sebelum UU Keperawatan diundangkan ( pasal 60). Pasal 61 mengatur untuk lulusan SPK yang telah melakukan praktik keperawatan sebelum UU Keperawatan diundangkan masih diberi kewenangan selama jangka waktu 6(enam) tahun setelah diundangkannya UU Keperawatan.
BAB XIII : Ketentuan Penutup. Pasal 62 mencantumkan Institusi Pendidikan Keperawatan yang telah ada sebelum UU Keperawatan diundangkan harus menyesuaikan persyaratan dalam pasal 9 paling lama 3 (tiga) sejak diundangkan. Konsil keperawatan dibentuk paling lama 2 (dua) tahun (pasal 63). Pasal 64 mengatur tentang semua Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai Keperawatan dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan UU ini. Pasal 65 menyebutkan peraturan pelaksanaan dari UU ini harus ditetapkan paling lama 2(dua) tahun terhitung sejak diundangkannya dan pasal 66 menyatakan bahwa Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Undang-Undang ini disahkan di Jakarta pada Tanggal 17 Oktober 2014 oelh Presiden RI DR.H.SUSILO BAMBANG YUDHOYONO dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 2014 oleh Menteri Hukum dan HAM Ri yaitu Amir Syamsudin.
Demikian sekilas tentang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang KEPERAWATAN.
Pasca Pengesahan UU no 38 tahun 2014 tentang Keperawatan
Undang-undang Keperawatan
(UUK) merupakan dasar hukum praktek keperawatan. Isi UUK harus diketahui
oleh profesi dan calon profesi perawat (mahasiswa). Hal ini
dikarenakan, tidak hanya profesi perawat yang membutuhkan UU ini tetapi
calon profesi perawat juga harus mengetahui isi dari UUK agar dimasa
mendatang bisa menjadi perawat yang taat akan aturan serta menjalankan
hak dan kewajibannya sebagai seorang perawat.
Undang-undang Keperawatan diatur oleh UU nomor 38 tahun 2014. UUK ini
disahkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 2014 oleh presiden RI Susilo
Bambang Yudhoyono. Dalam UUK terdiri dari 13 bab dan 66 pasal. Dibawah ini akan dijelaskan isi dari Bab 1-6 Undang-undang keperawatan.
BAB I
KETENTUAN UMUM
1.Berdasarkan
UUK No 38 2014 Pengertian keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan
kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik dalam keadaan
sakit maupun sehat.
2.Pengertian
perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi
Keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh
Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
3.Pengertian
Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada
ilmu dan kiat Keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok,
atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.
4.Pengertian Praktik Keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh Perawat dalam bentuk Asuhan Keperawatan.
5.Asuhan
Keperawatan adalah rangkaian interaksi Perawat dengan Klien dan
lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian
Klien dalam merawat dirinya.
6.Uji
Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku peserta didik pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan
program studi Keperawatan.
7.Sertifikat
Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi Perawat
yang telah lulus Uji Kompetensi untuk melakukan Praktik Keperawatan.
8.Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik Keperawatan yang diperoleh lulusan pendidikan profesi.
9.Registrasi
adalah pencatatan resmi terhadap Perawat yang telah memiliki Sertifikat
Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi
tertentu lainnya serta telah diakui secara hukum untuk menjalankan
Praktik Keperawatan.
10.STR
yaitu Surat Tanda Registrasi adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Konsil Keperawatan kepada Perawat yang telah diregistrasi.
11.Surat
Izin Praktik Perawat yaitu SIPP adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada Perawat sebagai pemberian
kewenangan untuk menjalankan Praktik Keperawatan.
12.Fasilitas
Pelayanan Kesehatan adalah alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif,
kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan/atau masyarakat.
13.Pengertian Perawat Warga Negara Asing adalah Perawat yang bukan berstatus Warga Negara Indonesia.
14.Pengertian Klien adalah perseorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang menggunakan jasa Pelayanan Keperawatan.
15.Pengertian
Organisasi Profesi Perawat adalah wadah yang menghimpun Perawat secara
nasional dan berbadan hukum sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
16.Kolegium
Keperawatan adalah badan yang dibentuk oleh Organisasi Profesi Perawat
untuk setiap cabang disiplin ilmu Keperawatan yang bertugas mengampu dan
meningkatkan mutu pendidikan cabang disiplin ilmu tersebut.
17.Konsil Lembaga adalah lembaga yang melakukan tugas secara independen
18.Institusi Pendidikan adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan Keperawatan.
19.wahana
pendidikan keperawatan adalah fasilitas, selain perguruan tinggi, yang
digunakan sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan Keperawatan.
20.Pemerintah
Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
21.Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, dan Wali Kota serta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan.
22.Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Didalam pasal 2 berisi tentang asas praktik keperawatan yang menjadi
landasan para perawat dalam melakukan praktik keperawatan. Asas yang
harus diterapkan dalam praktik keperawatan yaitu, perikemanusiaan; nilai ilmiah; etika dan profesionalitas; manfaat; keadilan; pelindungan; dan kesehatan dan keselamatan Klien.
Selain itu, didalam pasal 3 dijelaskan tujuan perawat yaitu meningkatkan mutu Perawat;meningkatkan
mutu Pelayanan Keperawatan; memberikan pelindungan dan kepastian hukum
kepada Perawat dan Klien; dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
BAB II
JENIS PERAWAT
Perawat
adalah salah satu tenaga kesehatan yang bertanggung jawab terhadap
klien. Perawat adalah tenaga kesehatan yang paling sering berada di
dekat klien. Karena peran perawat yang begitu penting, maka dibutuhkan
tenaga-tenaga Perawat yang memang memiliki kompetensi yang memadai.
Perawat yang memiliki kompetensi salah satunya ditentukan dengan ilmu
dan pembelajaran yang diterimanya. Oleh sebab itu, dalam UUK pasal 4
poin 1-2 membagi perawat dalam beberapa jenis, yaitu
1)Jenis Perawat terdiri atas:
- Perawat profesi; dan
- Perawat vokasi.
2)Perawat profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
- ners; dan
- ners spesialis.
Dengan
telah adanya pertaruan yang menyebutkan tentang jenis-jenis perawat
yang telah diakui oleh negara, maka perawat-perawat yang masih berada
dibawah tingkat tersebut seperti SMA Keperawatan, tidak diperbolehkan
untuk menjalankan profesi sebagai Perawat. Semua ini demi peningkatan
mutu keperawatan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
BAB III
PENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN
Pendidikan
merupakan suatu hal yang penting untuk dijalani. Pendidikan bagi semua
bidang profesi khususnya keperawatan menjadi hal yang benar-benar harus
menjadi fokus, karena dengan pendidikanlah para calon perawat akan
dididik dengan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan bidangnya demi memberikan
pelayanan kesehatan yang terbaik untuk masyarakat dan tentunya tidak
justru membahayakan nyawa masyarakat atau pasien. Dalam UUK, tedapat
standar-standar tentang pendidikan tinggi keperawatan. Seperti yang
disebutkan pada pasal 5:
“Pendidikan tinggi Keperawatan terdiri atas:
- Pendidikan Vokasi
- Pendidikan akadememik
- Pendidikan profesi”
Dalam
pasa 5 sudah jelas tertulis standar pendidikan tinggi keperawatan atau
dengan kata lain dalam pasal 5 tersebut disebutkan standar tingkat
pendidikan agar dapat menjadi perawat. Penndidikan minimal yaitu
pendidikan vokasi, yang berada pada diploma tiga keperawatan. Dengan
begitu, pendidikan dibawah diploma tiga keperawatan tidak di izinkan
untuk bekerja pada bidang keperawatan. Sebelum disahkannya UUK ini,
masih banyak pendidikan keperawatan yang berada di bawah batas minimum,
misalnya seperti sekolah keperawatan sederajat dengan SMA. Sudah ada
peraturan yang mengatur agar tenaga-tenaga keperawatan yang masih kurang
pengetahuannya tidak diturunkan ke lapangan.
Pendidikan
tinggi yang dimaksud pada pasal 5 tersebut dapat diselenggarakan oleh
perguruan tinggi yang memiliki izin penyelenggaraan serta fasilitas
pelayanan kesehatan yang tersedia pada perguruan tinggi tersebut sesuai
standar seperti yang tertulis pada bab III pasal 9
1)“Pendidikan
Tinggi Keperawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diselenggarakan
oleh perguruan tinggi yang memiliki izin penyelenggaraan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
2)Perguruan
tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk universitas,
institut, sekolah tinggi, politeknik, atau akademi.
3)Perguruan
tinggi dalam menyelenggarakan Pendidikan Tinggi Keperawatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus menyediakan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
sebagai Wahana Pendidikan serta berkoordinasi dengan Organisasi Profesi
Perawat.”
Perawat yang telah luluspun
diwajibkan untuk mengikuti ujian pula. Ujian ini adalah ujian uji
kompetensi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang bekerja sama
dengan organisasi profesi perawat. Setiap calon perawat harus lulus
ujian ini terlebih dahullu agar dapat bekerja sebagai perawat. Dengan
mengikuti ujian ini, dapat diperkirakan apakah kemamapuan dan pemahaman
para calon perawat telah mencapai standar kompetensi atau belum. Seperti
yang diatur pada pasal 16 poin 1-4, yaitu:
1)“Mahasiswa Keperawatan pada akhir masa pendidikan vokasi dan profesi harus mengikuti Uji Kompetensi secara nasional.
2)Uji
Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh
perguruan tinggi bekerja sama dengan Organisasi Profesi Perawat, lembaga
pelatihan, atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi.
3)Uji
Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditujukan untuk mencapai
standar kompetensi lulusan yang memenuhi standar kompetensi kerja.
4)Standar
kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun oleh
Organisasi Profesi Perawat dan Konsil Keperawatan dan ditetapkan oleh
Menteri.”
BAB IV
REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN REGISTRASI ULANG
Sebagai
salah satu tenaga kesehatan, tentu perawat memiliki tanggung jawab
dalam keselamatan dan keamanan klien. Seperti yang tertulis dalam pasal
17 dalam Undang-Undang Keperawatan, Untuk melindungi seluruh masyarakat
dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, Manteri dan Konsil
Keperawatan memiliki tugas untuk melakukan pembinaan dan pengawasan mutu
Perawat sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Perawat
yang hendak menjalankan profesinya sebagai perawat atau dengan kata
lain akan menjalankan Praktik Keperawatan, diwajibkan untuk memilki STR
(Surat Tanda Registrasi). STR tersebut diberikan oleh Konsil
Keperawatan. Pun begitu, untuk mendapatkan STR, Perawat harus memenuhi
beberapa persyaratan. Persyaratan-persyaratan tersebut tertulis dalam
pasal 18 poin 3, yaitu
Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
- memiliki ijazah pendidikan tinggi Keperawatan;
- memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
- memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
- memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi; dan
- membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
Dengan
sudah adanya landasan hukum berupa Undang-Undang Keperawatan seperti
ini, maka perawat-perawat yang terjun ke dalam masyarakat harus
benar-benar perawat yang berkompetensi dan diakui oleh Negara karena
telah mendapatkan izin dalam bentuk STR. Perawat yang tidak memiliki STR
tidak boleh menjalankan praktik keperawatan. Tidak ada lagi perawat
yang memiliki izin yang turun ke masyarakat seperti yang terjadi pada
beberapa daerah beberapa saat yang lalu. Dengan sudah tertulisnya dalam
UUK, maka perawat yang tidak memiliki STR namun tetap menjalankan Pratik
Keperawatan maka akan diatur dalam hukum. STR yang diterima oleh
Perawat berlaku selama 5 tahun dan dapat diregistrasi kembali setiap 5
tahun.
Bagi Perawat
yang hendak membuka Praktik Keperawatan Mandiri, wajib bagi mereka untuk
meiliki izin berupa SIPP (Surat Izin Praktik Perawat). SIPP diberikan
oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota, sesuai dengan pasal 19 poin 3 dan
4, yaitu
3)SIPP
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Pemerintah Daerah
kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di
kabupaten/kota tempat Perawat menjalankan praktiknya.
4)Untuk mendapatkan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), Perawat harus melampirkan:
- salinan STR yang masih berlaku;
- rekomendasi dari Organisasi Profesi Perawat; dan
- surat pernyataan memiliki tempat praktik atau surat keterangan dari pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
SIPP
tersebut hanya berlaku untuk satu tempat praktik. Jika perawat ingin
membuka tempat praktik lainnya maka wajib memiliki SIPP lainnya. Namun,
SIPP yang diberikan hanya diperuntukkan maksimal dua tempat praktik.
Dengan adanya UUK yang mengatur tentang kewajiban memiliki SIPP ini,
maka perawat-perawat yang sesuka hati membuka praktik tanpa izin resmi
dapat diberhentikan atau ditutup tempat praktiknya.
Perawat
dari Negara luar atau yang sering disebut Perawat Negara Asing dan
Perawat Indonesia lulusan Luar Negeri, jika ingin melakukan praktik
keperawatan di Indonesia, wajib pula baginya untuk memiliki STR. Namun,
sebelum mendapatkan STR, mereka wajib untuk mengikuti evaluasi
kompetensi, sesuai dengan pasal 24 poin 1-3, yaitu
1)Perawat Warga Negara Asing yang akan menjalankan praktik di Indonesia harus mengikuti evaluasi kompetensi.
2)Evaluasi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
- penilaian kelengkapan administratif; dan
- penilaian kemampuan untuk melakukan praktik.
3)Kelengkapan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling sedikit terdiri atas:
- penilaian keabsahan ijasah oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan;
- surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
- surat pernyataan untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
Hal
ini menunjukkan bahwa Perawat yang berasal dari Negara lain tidak
begitu saja dengan mudah untuk melakukan praktik keperawatan di
Indonesia, mereka harus melakukan beberapa tahap evaluasi terlebih
dahulu dan harus memiliki STR. Semua hal yang di atur dalam UUK memiliki
tujuan untuk mensejahterakan para Perawat dan tentu untuk meningkatkan
pelayana yang baik kepada masyarakat.
BAB V
PRAKTIK KEPERAWATAN
Dalam
Undang-Undang Keperawatan, menjadi seorang perawat tentunya harus
memahami dan melakukan praktik keperawatan dengan baik dan benar. Hal
tersebut untuk menjadikan praktik profesionalisme perawat. Praktik
keperawatan ini dapat dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan
dan tempat lainnya sesuai dengan kondisi kliennya. Pada akhirnya praktik
keperawatan harus fleksibel, karena dalam rangka memberikan pelayanan
kesehatan yang maksimal. Praktik keperawatan ini terdiri dari praktik
keperawatan mandiri dan praktik keperawatan di fasilitas pelayanan
kesahatan. Praktik keperawatan ini harus menjunjung tinggi kode etik,
standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional,
serta harus berdasarkan prinsip kebutuhan pelayanan kesehatan oleh
masyarakat, sesuai dengan pasal 28 ayat 1-3 UU Keperawatan, yaitu
1.Praktik Keperawatan dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat lainnya sesuai dengan Klien sasarannya.
2.Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.Praktik Keperawatan mandiri; dan
b.Praktik Keperawatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
3.Praktik
Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada
kode etik, standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur
operasional.
Untuk
menyelenggarakan praktik keperawatan dengan baik dan benar, ada
beberapa tugas dan wewenang menjadi seorang perawat. Tugas perawat
selain memberikan asuhan keperawatan, juga sebagai penyuluh dan konselor
bagi klien, sebagai pengelola pelayanan keperawatan, peneliti
keperawatan, juga sebagai pelimpah kewenangan dan keadaan keterbatasan
tertentu. Perawat harus kritis dalam menentukan asuhan keperawatan,
dalam melakukan pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi, serta dokumentasi keperawatan dengan benar dan tepat sesuai
dengan apa yang dibutuhkan klien. Hal yang terpenting menjadi seorang
perawat harus memberikan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat.
Sebagai peneliti keperawatan ini untuk merumuskan
permasalahan-permasalahan yang baru serta mencari solusi terhadap
permasalahan tersebut.
Hal
yang perlu menjadi perhatian didalam UU Keperawatan ini salah satunya
adalah perawat sebagai pelimpahan wewenang. Pelimpahan wewenang yang
dimaksud dilakukan secara delegatif disertai dengan pelimpahan tanggung
jawab. Pelimpahan wewenang yang diberikan hanya dapat diberikan kepada
perawat profesi dan/atau perawat vokasi yang sudah terlatih dan telah
terlatih untuk melakukan tindakan medis dibawah pengawasan, sehingga tak
sembarang perawat dapat diberikan pelimpaham wewenang demi menjamin
keselamatan klien. Hal ini sesuai dengan pasal 32 ayat 3-6, yaitu
- Pelimpahan wewenang secara delegatif untuk melakukan sesuatu tindakan medis diberikan oleh tenaga medis kepada Perawat dengan disertai pelimpahan tanggung jawab.
- Pelimpahan wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat diberikan kepada Perawat profesi atau Perawat vokasi terlatih yang memiliki kompetensi yang diperlukan.
- Pelimpahan wewenang secara mandat diberikan oleh tenaga medis kepada Perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis di bawah pengawasan.
- Tanggung jawab atas tindakan medis pada pelimpahan wewenang mandat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berada pada pemberi pelimpahan wewenang.
Salah
satu hal yang saat ini banyak diperbicarakan yaitu tentang pelaksanaan
tugas dalam keterbatasan tertentu khususnya dalam keadaan tidak ada
tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian. Hal ini telah diatur pada UU
keperawatan pasal 33. Dengan adanya aturan tentang hal ini, maka perawat
mendapat perlindungan khusunya dalam pemberian tindakan disaat tidak
ada tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian ditempat sedangkan klien
membutuhkan suatu tindakan yang cepat. Jika keadaan tersebut terjadi,
perawat dapat memberikan tindakan kepada klien, pun begitu tetap harus
memperhatikan kompetensi perawat untuk menjaga keselamatan klien. Hal
ini sesuai dengan pasal 33 ayat 2-4, yaitu
- Keadaan tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah tempat Perawat bertugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan setempat.
- Pelaksanaan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan kompetensi Perawat.
- Dalam melaksanakan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Perawat berwenang:
a.melakukan pengobatan untuk penyakit umum dalam hal tidak terdapat tenaga medis;
b.merujuk pasien sesuai dengan ketentuan pada sistem rujukan; dan
c.melakukan pelayanan kefarmasian secara terbatas dalam hal tidak terdapat tenaga kefarmasian.
Dengan
adanya peraturan-peraturan yang tentunya mengatur tindakan perawat dan
sekaligus dapat menjadi payung hukum untuk para perawat, diharapkan para
perawat terus meningkatkan kompetensi diri mereka dan menjadi perawat
yang semakin baik hari demi hari untuk masyarakat.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Sebagai
perawat tentunya mempunyai hak dan kewajiban yang harus terpenuhi guna
menjadi perawat yang profesional. Hak ini diberikan perawat jika mereka
ingin mendapatkan perlindungan terhadap praktik keperawatan yang mereka
lakukan, sedangkan kewajiban merupakan tanggung jawab dan tanggung
gugat apa yang harus dilakukan menjadi seorang perawat. Penjelasan dalam
Undang-Undang Keperawatan mengenai hak dan kewajiban perawat sudah
jelas cukup jelas. Tentang hak perawat telah diatur pada pasal 36, yaitu
Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berhak:
- memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
- memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur dari Klien dan/atau keluarganya.
- menerima imbalan jasa atas Pelayanan Keperawatan yang telah diberikan;
- menolak keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan
- memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar.
Untuk kewajiban perawat, diatur pada pasal 37, yaitu
Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berkewajiban:
- melengkapi sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai dengan standar Pelayanan Keperawatan dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
- memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar Pelayanan Keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
- merujuk Klien yang tidak dapat ditangani kepada Perawat atau tenaga kesehatan lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat kompetensinya;
- mendokumentasikan Asuhan Keperawatan sesuai dengan standar;
- memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah dimengerti mengenai tindakan Keperawatan kepada Klien dan/atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya;
- melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain yang sesuai dengan kompetensi Perawat; dan
- melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Sebagai
perawat juga tentunya klien merupakan hal yang menjadi prioritas. Bukan
hanya perawat, namun seluruh tenaga kesehatan harus memposisikan klien
sebagai prioritas utamanya ketika sedang bertugas. Klien mempunyai hak
dan tanggung jawab yang berhar untuk mereka dapatkan dan lakukan demi
menunjang keakuratan tindakan kesehatan yang diberikan kepadanya.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling dekat dengan klien harus
dapat menenuhi semaksimal mungkin hak-hak klien dan mengingatkan klien
tentang jawab mereka sebagai pasien. Hal yang menjadi hak klien telah
diatur pada pasal 38, yaitu
Dalam Praktik Keperawatan, Klien berhak:
- mendapatkan informasi secara, benar, jelas, dan jujur tentang tindakan Keperawatan yang akan dilakukan;
- meminta pendapat Perawat lain dan/atau tenaga kesehatan lainnya;
- mendapatkan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar Pelayanan Keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuam Peraturan Perundang-undangan;
- memberi persetujuan atau penolakan tindakan Keperawatan yang akan diterimanya; dan
- memperoleh keterjagaan kerahasiaan kondisi kesehatannya.
Sedangkan untuk kewajiaban klien, sesuai pada pasal 40,yaitu
Dalam Praktik Keperawatan, Klien berkewajiban:
a. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk Perawat;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Dengan
adanya peraturan tentang hak dan keperawatan, diharapkan agar pada
Perawat bisa mendapatkan hal-hal yang memang sudah menjadi haknya serta
melakukan hal-hal yang sudah menjadi tanggung jawabnya. Setelah hak dan
kewajibannya terpenuhi, perawat sangat perlu untuk memenuhi hak dan
tanggung jawab klien, agar asuhan keperawatan yang diberikan dapat
maksimal sehingga keselamatan klien tetap terjaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar